Di bawah ini adalah gambar-gambar tata cara membentuk shaf dalam sholat yang benar. Saya mendapatkannya dari seorang teman. Yang Insya Allah gambar yang singkat ini bisa menjawab segala hal yang terjadi di masyarakat. Karena kekeliruan yang terus-menurus dilakukan oleh masyarakat. Kita juga wajib memperingatkannya karena ini berhubungan dengan sholat, sedangkan sholat adalah ibadah inti dari umat Islam ini. Maka kita harus menjaga agar sholat kita sempurna. Wallahu’alam bishawab.
Filed under: Fiqih Sholat, Tausiyah | Tagged: imam, makmum, sholat, tatacara |
kenapa di ajaran syi’ah tidak ada petunjuk shalat berjamaah?
terima kasih,
kalo tata cara bacaan, terutama ketika imam membaca surat pilihan setelah membaca al fatihah,
apa yang mesti makmum lakukan ya?
diam karena mendengar al quran atau membaca alfatihah sendiri?
terimakasih atas keterangan dan lengkap dengan gambar menambah pengetahuan saya .trim saya izin Copy
syukran, ana copy ya….
semoga berguna bagi kaum muslimin..
ane ijin copy sob..
assalamu’alaikum…..ane copy
trimks yaa,,, para hamba Allah smoga mnjd ahli surga
Ass…
Bagaimana bntk shaf jika ktika shlt tiba-tiba klr dr shaf krn brhadas???
Trims…
Mohon kalau salam menggunakan tulisan Assalaamu’alaykum warohmatullohi wabarokaatuh, terus terang menyingkat salam saya tidak suka. Saya membaca tulisan, tidak menangkap maksud dari singkatan.
Kalau misalnya berjama’ah dua orang, ya berarti sang imam shalat sendiri. Kalau sang imam yang batal wudhu-nya berarti sang ma’mum tadi shalat sendiri. Posisinya ya menempati tempat masing-masing, sedangkan yang wudhu-nya batal otomatis harus berwudhu.
Wallahu’alam bishawab.
alhamdulillah sangat membantu yang belum tahu
[…] BENTUK SHAF SHOLAT YG BENAR {SUNI} Bentuk Shaf dalam Sholat yang Benar […]
trus gimana kalau mula-mula kita hanya shalat jama’ah 2 orang trus ada 1orana lagi yang ikut jama’ah?apakah tetap sejajar atau bagaimana?tolong penjelasannya.sukron…….
kalau ada orang datang lagi, makmum yang datang boleh menarik makmum tadi untuk jama’ah di belakang. Atau makmum yng disebelah imam tadi mundur ke belakang.
wallahua’lam bishawab
[…] 11. Tempat wanita itu ada di belakang shaf, bukan di samping. Hal yang sering kita jumpai di masjid-masjid kampung adalah menempatkan shaf wanita di sebelah shaf laki-laki. Ini tidak ada tuntunannya. Yang benar adalah shaf wanita itu ada di belakang pria. Hadits telah dijelaskan di awal tentang sebaik-baik shaf. Untuk posisi ma’mum yang benar silakan akses link berikut [Bentuk Shaf dalam Sholat yang Benar]. […]
assalamu’alaikum warohmatullohi wrwb
alhamdulillah ada pencerahan, ane copy yan bang…
ijin copas ya…
terima kasih sebelumnya
assalamu’alaikum warohmatullohi wrwb
waduuh, saya mw tanya nii,,, apakah diperbolehkan shaf laki-laki di bawah, sedangkan shaf wanita di atas,, (masjidnya 2 tingkat)
Wa’alaykumsalam warohmatullohi wabarokaatuh.
Tidak apa-apa, selama berjauhan / tidak berdekatan. Misalnya laki-laki di bawah dan wanita di atas. Perbedaan lantai itu saja sudah jauh. Berbeda dengan sholat yang mana wanita di sebelahnya laki-laki yang mana hanya dibatasi sehelai kain yang sering kita jumpai di masjid-masjid yang ada di Indonesia. Ini tidak diperbolehkan. Kalau masih satu lantai, shof wanita harus dibelakang.
Baca dan liat gambar bikin jelas, apalagi hadisnya perawinya jelas. Om kalo untuk membentuk shof lagi lebih baik minimal dua orang ada gak dalilnya???
makasih.
wallahua’lam belum pernah dengar.
apa betul jamaah yg terpisah sama halnya sholat sendiri pd waktiu sholat berjamaah,mis; jamaah yg lain shola di area masjid atau di jalan ( tidak besambung),atas penjelasan nya ,tks.
FATWA SYAIKH IBNU AL-’UTSAIMIN TENTANG HUKUM ORANG YANG SHALAT SENDIRIAN DI BELAKANG SHAF
Tanya: Bagaimana pendapat yang shahih mengenai orang yang shalat sendirian di belakang imam?
Jawab:
Ada beberapa pendapat tentang shalat sendirian di belakang shaf imam:
1. Shalatnya sah tetapi menyalahi sunnah, baik shaf yang ada di depannya penuh atau tidak. Inilah yang terkenal dari ketiga imam madzhab: Maliki, Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i, dari riwayat Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Mereka menafsirkan hadits, “Tidak sah shalat bagi yang sendirian di belakang imam,” kepada
ketidaksempurnaan, bukan ketidaksahan.
2. Shalatnya batal, baik shaf yang di depanya penuh atau tidak. Dasar hukumnya adalah hadits:
“Tidak sah shalat bagi yang sendirian di belakang imam.”
Juga hadits yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah melihat seorang lelaki shalat sendirian di belakang shaf, lalu ia disuruh agar mengulanginya kembali.
3. Pendapat moderat (pertengahan); jika barisan shalat penuh, maka shalat munfarid di belakang imam boleh dan sah. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Yakni jika saudara masuk masjid dan ternyata barisan shalat telah penuh kanan kirinya, maka tidak ada halangan saudara shalat sendirian berdasarkan firman Allah berikut:
“Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
Jika bukan dalam keadaan seperti itu, maka saudara bisa menempuh cara berikut: menarik seorang makmum dari shaf untuk shalat bersama saudara; maju ke depan untuk shalat bersama imam; shalat sendirian tidak berjamaah; atau shalat berjamaah namun berdiri sendirian di belakang shaf karena tidak mungkin masuk ke shaf yang di depan. Inilah empat cara yang bisa dilakukan.
Cara kesatu, yaitu menarik seseorang ke belakang untuk shalat bersama saudara. Cara ini dapat menimbulkan langkah tiga atau terputus dari shaf bahkan bisa memindahkan seseorang dari tempat yang utama ke tempat yang sebaliknya, mengacaukan dan dapat menggerakkan seluruh shaf karena di sana ada tempat kosong yang kemudian diisi oleh masing-masing dengan cara merapatkan hingga timbul gerakan-gerakan yang tanpa sebab syara’.
Cara kedua, maju ke depan untuk shalat bersama imam. Cara ini menimbulkan beberapa kekhawatiran. Jika saudara maju dan berdiri sejajar dengan imam maka cara ini menyalahi sunnah, sebab imam harus sendirian di tempatnya agar diikuti oleh yang belakang dan jangan sampai terjadi dua imam. Dalam hal ini tidak bisa diberi alasan dengan hadits yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki masjid dan dijumpainya Abu Bakar tengah shalat berjamaah lalu beliau ikut shalat di sebelah kirinya dan menyempurnakan shalatnya, karena hal seperti ini dalam keadaan darurat, di mana Abu Bakar ketika itu tak punya tempat di shaf belakang. Akibat lainnya, bila saudara maju ke depan imam, maka dikhawatirkan akan banyak melangkahi pundak orang, sesuai dengan banyaknya shaf. Cara ini jelas akan mengganggu orang shalat dan tidak menyenangkan. Di samping itu, jika setiap yang datang kemudian disuruh ke depan jajaran imam, maka tempat imam akan menjadi shaf penuh dan hal ini menyalahi sunnah.
Sedangkan cara ketiga, yaitu saudara meninggalkan berjamaah dan shalat sendirian, berarti saudara kehilangan nilai berjamaah dan nilai barisan shalat. Padahal diketahui bahwa shalat berjamaah walau sendirian shafnya adalah lebih baik ketimbang sendirian tanpa berjamaah. Hal ini telah dikuatkan oleh berbagai atsar (keterangan sahabat) dan pandangan yang sehat. Allah sendiri tak akan membebani seseorang kecuali menurut kesanggupannya. Maka menurutku pendapat yang terkuat adalah jika shaf shalat telah penuh lalu seseorang shalat di belakang shaf dengan berjamaah adalah lebih baik dan shalatnya sah.
Tanya: Apa hukum shalat sendirian di belakang barisan shalat?
Jawab:
Jika seseorang masuk masjid dan dijumpainya barisan shalat telah penuh, hendaklah ia shalat sendirian di shaf tersendiri dalam keadaan tetap berjamaah, maka cara ini tak menjadi masalah sebab Allah berfirman:
“Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
Karena shalat berjamaah itu wajib dan bagian dari takwa kepada Allah. Karena itu ia wajib mengikutinya walau berada pada shaf tersendiri lantaran barisan di depannya telah penuh. Jika ada yang berkata bahwa cara ini bertentangan dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
“Tidak sempurna shalatnya orang yang sendirian di belakang shaf.”
Maka jawabannya adalah bahwa hadits ini masih diperselisihkan maknanya oleh para ulama. Menurut sebagian ulama hadits tersebut ditujukan atas ketidaksempurnaan shalat seperti tak sempurna orang yang shalat di hadapan makanan, sebab pada dasarnya shalat di depan makanan itu sah-sah saja, namun tak akan sempurna. Begitu pula halnya dengan orang shalat berjamaah dengan shaf tersendiri. Pendapat ini dipegang oleh Imam Malik, Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i dari riwayat Imam Ahmad.
Tetapi menurut pendapat yang shahih hadits tersebut menunjukkan ketidaksahan, berdasarkan kaidah ushuliyah berikut:
“Jika ada larangan, maka pada dasarnya larangan itu tertuju kepada apa yang dilarangnya. Jika tidak, berarti menunjukkan ketidaksahan; dan jika tidak pula, berarti menunjukkan ketidaksempurnaan.”
Maka hadits “Tidak sempurna shalatnya orang yang sendirian di belakang shaf,” mungkin dapat ditafsirkan kepada ketidaksahan, yakni shalatnya orang sendirian di belakang shaf tidak sah. Hal ini diperkuat dengan keterangan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyuruh seseorang yang shalat sendirian di belakang shaf agar mengulangi shalatnya.
Dengan demikian, seseorang wajib berdiri pada shaf shalat yang sudah ada kebuali jika tidak mampu, berdasarkan firman Allah:
“Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
Dalam ayat lain disebutkan:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Maka bagi orang seperti di atas tidak akan bisa lepas dari lima keadaan: meninggalkan shaf dan shalat sendirian; atau menarik seseorang dari shaf depan untuk shalat bersama; atau maju ke depan sejajar dengan imam; atau shalat sendirian di belakang shaf atau menunggu orang datang.
Jika maju ke barisan imam, maka ada dua kekhawatiran: akan mengacaukan orang shalat lantaran melangkahi mereka; atau masuk dari pintu depan arah kiblat lalu berdiri bersama imam, maka cara inipun menyalahi sunnah, sebab imam mesti sendirian.
Jika seseorang ditarik dari shaf, maka akan terjadi beberapa kekhawatiran sebagaimana telah dijelaskan sebelumny (kihat hal. 62-63).
Maka berdasarkan pendapat yang moderat dari Ibnu Taimiyah, jika seseorang kesulitan untuk bergabung dengan shaf yang telah ada, maka ia boleh berdiri sendirian dalam berjamaah. Ibnu Taimiyah mengemukakan dalil yang sangat asing berdasarkan qiyas; yakni wanita harus membuat shaf sendirian di belakang shaf (lelaki) yang telah ada, maka shalatnya sah, sebab baginya thdak ada shaf yang diperintahkan syara’. Begitu pula halnya dengan seorang lelaki yang tak punya shaf lantaran sudah penuh, maka ia boleh membuat sendirian. Maka dalam hal ini Ibnu Taimiyah telah menyamakan (qiyas) antara alasan syara’ dengan akal.
Sumber: 257 Tanya Jawab Fatwa-fatwa Al-’Utsaimin (judul asli: Fatawa Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-’Utsaimin) oleh Asy-Syaikh Muhammad Shalih Al-’Utsaimin, alih bahasa: Prof. Drs. KH. Masdar Helmy, penerbit: Gema Risalah Press, Bandung. Cet. Pertama, Mei 1997. Hal. 96-100.
assalamualaikum
izin copast ya.
izin copy ya, buat petunjuk sholat dimasjid ana, syukron
izin copy ,buat petunjuk sholat
Assalamualikum Warohmatullohiwabarokatuh
kalau merapatkan shaf sholat kita merapatkan ke sebalah kanan atau kesebelah kiri? karena saya sering menjumpai ketika sholat berjamaah ditengahnya kosong jadi sy suka bingung memilih barisan. mohon penjelasan. Terimakasih
Wa’alaykumusalam warohmatullohi wabarokaatuh,
merapatkan yang lebih dekat ke Imam.
Wallahua’lam bishawab.
Assalaamu’alaykum warohmatullohi wabarokaatuh, ijin copas yaa.
mo saya tempel di masjid2.
wah… bagus buanget saya izin copy yeee…buat panduan di masjid
OK .JAZAKUMULLAH JAZA
[…] alatsari.wordpress.com […]
[…] alatsari.wordpress.com […]
kalo merapatkan shaf itu dari kiri ke kanan ato kanan ke kiri,……..
Yang kanan dulu lebih baik, kemudian yang kiri.