Jadwal Shalat Subuh yang Dipermasalahkan bag-2

Oleh
Abu Ibrohim Muhammad Ali AM Hafidzahullah

MUQODDIMAH
Salah satu syarat sahnya shalat adalah masuknya waktu shalat tersebut. Apabila shalat dilakukan sebelum waktunya atau sesudah waktunya berlalu maka tidak sah. Allah Subha ahu wa Ta’ala berfirman.

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” [an-Nisa 4 : 103]

Allah Subhanahu wa Ta’ala membagi waktu-waktu shalat secara global dalam al-Qur’an (seperti dalam al-Isra 127 : 78) dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah menjelaskannya secara terperinci dalam beberapa hadits beliau (seperti HR Muslim : 612, dan lainnya). Tanda-tanda masuknya waktu shalat dapat dilihat dan diketahui oleh siapapun dengan penglihatan masing-masing. Hanya saja sebagian tanda-tanda tersebut berbeda-beda tingkat kemudahan dalam melihatnya. Masuknya waktu Maghrib misalnya, sangat jelas karena dalam hadits-hadits disebutkan bahwa awal waktunya disandarkan kepada terbenamnya matahari. Hal ini berbeda dengan waktu Subuh, di mana tanda masuknya (terbit fajar) tergolong paling samar dibandingkan dengan tanda-tanda masuknya waktu shalat yang lain.

Zaman dahulu untuk melihat tanda-tanda masuknya awal dan akhir waktu shalat sangatlah mudah. Akan tetapi ketika zaman mulai berubah, dengan banyaknya bangunan tinggi di daerah-daerah dan perkotaan, belum lagi dengan banyaknya penerangan-penerangan buatan dan berbagai macam alat transportasi modern, serta banyaknya pabrik-pabrik dengan asap-asapnya yang tebal cukup mempengaruhi kondisi langit. Hal tersebut mempengaruhi tingat kesulitan melihat tanda-tanda awal waktu masuk shalat terutama waktu shalat Subuh. Saat itulah kaum muslimin berijtihad (mencari jalan) untuk mengetahui tanda masuknya shalat yang menjadi samar, di antaranya yaitu dengan membuat jadwal waktu-waktu shalat berdasarkan atas penglihatan sebelumnya dan mengikuti jadwal-jadwal yang ada di negara-negara Islam.

Di Saudi Arabia misalnya, pemerintahnya berpegang kepada jadwal ini untuk menentukan waktu shalat bagi penduduknya, dan manusia pun berpegang kepada jadwal ini sejak kepemimpinan raja Abdul Aziz alu Su’ud hingga hari ini.

AWAL MULA PEMBUATAN JADWAL WAKTU SHALAT
Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia mengetahui waktu shalat dengan melihat tanda-tanda yang tampak bagi mereka. Lalu ketika zaman semakin berubah, mereka memikirkan cara-cara yang mudah untuk mengetahui waktu-waktu shalat dan lainnya. Dahulu mereka hanya berpegang dengan pergantian hari yang terus berputar berbeda-beda menurut musim yang berbeda. Setelah ditemukan alat penunjuk waktu berupa alat yang dipancangkan dan mempunyai bayangan, maka mereka beralih kepada alat ini selama ribuan tahuan, lalu terus berkembang, sehingga ditemukan jam mekanik sekitar abad 13M dan tersebarlah pemakaian jam ini pada abad 15M

Dengan alat ini kaum muslimin mengetahui waktu-waktu dengan sangat tepat, bahkan dapat mengetahui perbedaan waktu permenitnya, kemudian ditemukan jam yang menggunakan bandul pada abad 18. Penemuan ini semakin membuat manusia mengetahui waktu lebih teliti sampai perdetiknya, dan terus berkembang bentuk-bentuk jam ini sampai sekarang. [1]

Ketika manusia telah membutuhkan jam-jam waktu ini, maka mereka juga membutuhkannya untuk mudahnya mengetahui waktu shalat. Karena jika tidak demikian maka mereka harus berulang kali melihat tanda-tanda masuknya waktu shalat yang setiap harinya terulang 5 kali waktu, belum lagi keadaan langit sudah berubah. Bersamaan dengan itulah menjadi dikenal perhitungan waktu-waktu bagi kaum muslimin. Dan cara-cara hisab/perhitungannya ini terus berkembang seiring dengan berkembangnya alat-alat perhitungan waktu yang digunakan oleh kaum muslimin. Lalu ketika ditemukan mesin cetak mulailah dicetak jadwal waktu shalat dan puasa yang kemudian disebarkan sehingga memudahkan kaum muslimin dalam menjalankan ibadah mereka. [2]

Pembuatan jadwal-jadwal ini berdasarkan perhitungan yang sangat teliti para ahli dibidangnya, yaitu menjadikan gerakan matahari sebagai patokannya. Mereka membedakan penentuan waktu ini sesuai dengan perbedaan hari dan tempatnya, bahkan dengan perhitungan menggunakan alat-alat yang lebih canggih dapat diketahui waktu shalat lima waktu sampai beberapa tahun kedepannya [3]. Demikianlah kaum muslimin terus menggunakan jadwal-jadwal waktu shalat dari dahulu hingga sekarang. Continue reading

Jadwal Shalat Subuh yang Dipermasalahkan bag-1

Oleh
Abu Ibrohim Muhammad Ali AM Hafidzahullah

MUQODDIMAH
Salah satu syarat sahnya shalat adalah masuknya waktu shalat tersebut. Apabila shalat dilakukan sebelum waktunya atau sesudah waktunya berlalu maka tidak sah. Allah Subha ahu wa Ta’ala berfirman.

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” [an-Nisa 4 : 103]

Allah Subhanahu wa Ta’ala membagi waktu-waktu shalat secara global dalam al-Qur’an (seperti dalam al-Isra 127 : 78) dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah menjelaskannya secara terperinci dalam beberapa hadits beliau (seperti HR Muslim : 612, dan lainnya) [1]. Tanda-tanda masuknya waktu shalat dapat dilihat dan diketahui oleh siapapun dengan penglihatan masing-masing. Hanya saja sebagian tanda-tanda tersebut berbeda-beda tingkat kemudahan dalam melihatnya. Masuknya waktu Maghrib misalnya, sangat jelas karena dalam hadits-hadits disebutkan bahwa awal waktunya disandarkan kepada terbenamnya matahari. Hal ini berbeda dengan waktu Subuh, di mana tanda masuknya (terbit fajar) tergolong paling samar dibandingkan dengan tanda-tanda masuknya waktu shalat yang lain.

Zaman dahulu untuk melihat tanda-tanda masuknya awal dan akhir waktu shalat sangatlah mudah. Akan tetapi ketika zaman mulai berubah, dengan banyaknya bangunan tinggi di daerah-daerah dan perkotaan, belum lagi dengan banyaknya penerangan-penerangan buatan dan berbagai macam alat transportasi modern, serta banyaknya pabrik-pabrik dengan asap-asapnya yang tebal cukup mempengaruhi kondisi langit. Hal tersebut mempengaruhi tingat kesulitan melihat tanda-tanda awal waktu masuk shalat terutama waktu shalat Subuh. Saat itulah kaum muslimin berijtihad (mencari jalan) untuk mengetahui tanda masuknya shalat yang menjadi samar, di antaranya yaitu dengan membuat jadwal waktu-waktu shalat berdasarkan atas penglihatan sebelumnya dan mengikuti jadwal-jadwal yang ada di negara-negara Islam.

Di Saudi Arabia misalnya, pemerintahnya berpegang kepada jadwal ini untuk menentukan waktu shalat bagi penduduknya, dan manusia pun berpegang kepada jadwal ini sejak kepemimpinan raja Abdul Aziz alu Su’ud hingga hari ini. [2]

AWAL MULA TIMBUL KERANCUAN WAKTU SUBUH[3]
Sekitar dua puluh tahun yang lalu muncul beberapa orang mempermasalahkan jadwal-jadwal waktu shalat yang telah ada. Mereka menuduh bahwa jadwal waktu shalat tersebut tidak tepat, yaitu terlalu mendahului dari waktu sebenarnya sekitar 20 menit [4]. Mereka mengajak orang-orang untuk menyaksikan secara langsung terbitnya fajar, sebagian orang mengambil pendapatnya dan sebagian yang lain eggan mengikutinya.

Ketika permasalahan tersebut semakin mulai membuat orang ragu dan bingung. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah selaku Mufti Umam Saudi Arabia pada saat itu menugaskan Lajnah khusus (suatu lembaga) untuk meninjau ulang, melihat dan meneliti kembali keabsahan jadwal-jadwal waktu shalat terutama jadwal waktu shalat pada kalender Ummul Quro (kalender resmi yang berlaku di KSA). Setelah diteliti dengan cermat, Lajnah tersebut berkesimpulan dan memutuskan bahwa waktu-waktu shalat yang sebenarnya bersesuaian dengan jadwal-jadwal yang dipakai oleh kaum muslimin (jadwal waktu shalat Ummul Quro), tidak ada yang salah. Dengan demikian hilanglah kerancuan permasalahan tersebut.

Hanya saja akhir-akhir ini kerancuan tersebut muncul kembali dan semakin diperbincangkan, kemudian Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh hafidzahullah selaku Mufti Umum Kerajaan Saudi Arabia sepeninggal Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, membantah kerancuan ini berdasarkan bukti-bukti yang sampai kepadanya berupa saksi-saksi yang menguatkan kebenaran jadwal-jadwal waktu shalat, ditambah kenyataan yang berjalan selama ini bahwa jadwal-jadwal tersebut dipakai tanpa adanya kesalahan. Demikianlah apa yang dikuatkan oleh Syaikh Dr Shalih Al-Fauzan hafidzahullah dan Syaikh Jad Al-Haq Hafidzahullah (syaikhul Azhar), juga dikuatkan oleh Ahli Falak Dr Shalih bin Muhammad Al-Ujairi Hafidzahullah.[5] Continue reading