Mengarungi Samudra Hadist

Alhamdulillah. Seharusnya kita bersyukur kepada Allah terhadap para ahli hadits yang telah berjasa besar bagi kita. Lantaran atas usaha mereka, kita telah ditunjukkan sebuah jalan yang terang yang mana tidak akan membuat kita tersesat dan tidak membuat kita terjerumus ke dalam jurang kebinasaan. Dan saya benar-benar mengambil banyak hikmah dan pelajaran dari buku-buku mereka dan juga perjalanan hidup mereka. Boleh dibilang semenjak saya mengenal para ahli hadits ini, maka saya paling tidak lebih banyak membaca hadits dan mempelajarinya daripada bergelut di bidang yang lain.

Berikut saya ringkas dengan bahasa saya sendiri buku Pengantar Sejarah Tadwin Hadits yang ditulis oleh Syaikh Abdul Ghofar Ar Rahmani untuk masalah sejarah pengumpulan dan penulisan hadits.

Bicara soal hadits, maka kita telah mengenal beberapa buku hadits seperti Al Muwatha’ Imam Malik, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, dan jugaMusnad Ahmad bin Hambal. Shahih Bukhari dan Muslim, ditambah empat kitab sunan biasanya disebut dengan Kutubus Sittah. Namun ternyata buku-buku hadits itu tidak terbatas kepada apa yang saya sebutkan ini saja, banyak sekali bahkan kita tidak akan bisa menghitungnya lantaran buku-buku tersebut jumlahnya bisa jadi jutaan.

Sejarah pengumpulan hadits ini dimulai dari para shahabat. Di kalangan para shahabat mereka kebanyakan menghafal hadits yang mereka terima dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, dan sebagian lagi menulis. Dikarenakan hafalan mereka kuatlah maka banyak di antara mereka menghafalnya selain menulis. Contoh para penghafal ini seperti Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Abdullah bin Abbasradhiyallahu’anhu, Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhu, Abu Said Al Khudriradhiyallahu’anhu mereka menghafal lebih dari 1.000 hadits.

Sedangkan shahabat lain yang menghafal dibawah 1.000 hadits seperti Abdullah bin Amr bin Ashradhiyallahu’anhu, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu, Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu. Mereka kurang lebih menghafal 500 sampai dibawah 1.000 hadits.

Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu’anhu, Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, Ummu Salamah radhiyallahu’anha, Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu’anhu, Abu Dzar Al Ghifari radhiyallahu’anhu, Abu Ayyub Al Anshari radhiyallahu’anhu, Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, dan Muadz bin Jabbal radhiyallahu’anhu, mereka adalah kalangan para shahabat yang menghafal di bawah 500 hadits. Ingat, menghafal.

Setelah para shahabat ada juga dari kalangan tabi’in. Disebut tabi’in karena mereka mengikuti para shahabat, menjadi murid para shahabat. Dan kalangan setelah tabi’in disebut sebagai tabi’ut tabi’in, yaitu pengikut tabi’in, yang mana juga menjadi murid tabi’in. Di kalangan tabi’in terkenal juga seperti Sa’id bin Al Musayyib, Urwah bin Zubayr, Salim bin Abdillah bin Umar, Nafi’. Barangkali sebagian dari kita tidak asing mendengar nama-nama ini ada pada perawi hadits. Kalau kita membaca sanad hadits lengkap, maka kita akan sering mendengar nama-nama tabi’in ini setelah para shahabat. Mereka adalah orang yang berjasa mengumpulkan hadits-hadits dari para shahabat.

Bicara mengenai Periode pengumpulan hadits, maka terbagi menjadi empat periode. Dan masing-masing periode itu sebagian besar hadits dilakukan dengan cara ditulis. Apa saja empat periode tersebut?

Periode Pertama

Hadits pada masa ini dikumpulkan, dihafalkan dan ditulis oleh para shahabat. Namun sekalipun beberapa di antara mereka menulisnya, ternyata lebih banyak dihafalkan daripada ditulis. Karena sebagian dari para shahabat memang tidak bisa menulis pada masa itu. Dan mereka lebih mengandalkan hafalannya.

Karya tulis pada periode pertama ini seperti:

1. Shahifah Ash-Shadiqah

Ditulis oleh Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu’anhu. Beliau menulis dan mencatat apapun yang dikatakan oleh rasulullah shallallahu’alahi wa salam, hingga dari risalah beliau ada sampai lebih dari 1.000 hadits.

2. Shahifah Ash-Shahihah

Dinisbatkan kepada Humam bin Munabbih. Beliau termasuk murid terkenal Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Risalah ini ada semua di dalam musnad Ahmad dan juga ada di Bukhari dan Muslim tanpa ada satu perbedaan pun yang mencolok.

3. Shahifah Basyir bin Nahik

Juga murid dari Abu Hurairah raadhiyallahu’anhu, risalah ini telah disusun olehnya dan diteliti oleh Abu Hurairahradhiyallahu’anhu sendiri sebelum meninggal.

4. Musnad Abu Hurairah radhiyallahu’anhu

Musnad ini ditulis pada masa shahabat. Salinannya ada pada ayahanda Umar bin Abdul ‘Aziz radhiyallahu’anhu, yaitu Abdul ‘Aziz bin Marwan, seorang gubernur Mesir yang meninggal pada tahun 86 H. Musnad ini ditulis lagi oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah, dan sampai sekarang masih tersimpan di perpustakaan Jerman.

5. Shahifah Ali radhiyallahu’anhu

Imam Bukhari menelitinya dan di dalamnya terdapat pembahasan cukup besar mengenai zakat, amaliyah yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan di Madinah, Khutbah Hajjatil Wada’ dan petunjuk-petunjuk Islam.

6. Khutbah Terakhir Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam

Pada masa Fathu Makkah, Nabi Shallallahu’aliahi wa salam, memerintahkan Abu Syah Yamani radhiyallahu’anhu untuk menuliskan khutbah terakhir beliau.

7. Shafiyah Jabir Radhiyallahu’anhu.

Murid beliau Wahb bin Munabbih dan Sulayman bin Qays Al-Asykari menghimpun riwayat Jabir radhiyallahu’anhu. Isinya mengenai permasalahan haji dan khutbatul hajjatul wada’.

8. Riwayat Aisyah Ash-Shiddiqah radhiyallahu’anha

Riwayat dari Aisyah ini ditulis oleh murid beliau Urwah bin Zubayr.

9. Ahadits Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu.

Ada cukup banyak kompilasi ahadits Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu. Sa’id bin Jubair diantaranya yang menghimpun ahadits beliau.

10. Shahifah Anas bin Malik radhiyallahu’anhu

Sa’id bin Hilal meriwayatkan bahwa Anas bin Malik radhiyallahu’anhu akan menyebutkan semua hadits yang beliau tulis dengan ingatan/hafalan. Ketika menunjukkan kepada kami, beliau mengatakan: “Saya mendengar langsung riwayat ini dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, saya akan menuliskannya dan membacanya kembali di hadapan rasulullah shallallahu’alaihi wa salam sehingga beliau menyetujuinya”

11. Amru bin Hazm radhiyallahu’anhu

Ketika beliau diangkat menjadi Gubernur dan dikirim ke Yaman, beliau diberi perintah dan petunjuk tertulis. Beliau tidak hanya menjaga petunjuk tersebut, namun juga beliau menambahkan 12 perintah rasulullah shallallahu’alahi wa salam dan beliau jadikan dalam bentuk buku.

12. Risalah Samurah bin Jundub radhiyallahu’anhu

Risalah ini adalah warisan yang diberikan oleh Samurah bin Jundub radhiyallahu’anhu kepada putranya. Dan warisan ini adalah “harta” yang besar.

13. Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu’anhu

14. Maktub Nafi’ radhiyallahu’anhu.

Sulayman bin Musa meriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu mendiketkan hadits sedangkan Nafi’ menulisnya.

15. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu

Ma’an meriwayatkan bahwa ‘Abdurahman bin Abdullah bin Mas’ud mengeluarkan buku-buku, ketika beliau membuka penutup buku tersebut, beliau berkata: “Ayahku yang menulis ini”

Periode Kedua

Periode ini dimulai pertengahan abad kedua Hijriyah, dan sejumlah tabi’in mulai menyusun buku. Para penghimpun hadits pada periode kedua ini seperti:

1. Muhammad bin Syihab Az Zuhri (wafat 124 H) kita mengenalnya dengan sebutan Imam Az Zuhri.

Beliau disebut sebagai imam hadits terbesar di zamannya karena menimba ilmu dari orang-orang besar. Dari para shahabat seperti Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Sahl bin Sa’adradhiyallahu’anhu. Dari kalangan tabi’in seperti Sa’id bin Al Musayyib rahimahullah, Mahmud bin Rabi’ahrahimahullah.

Beliau juga mempunyai murid seperti Imam Al Auza’i rahimahullah, Imam Malik rahimahullah, Sufyan bin ‘Uyainahrahimahullah. Dan mereka juga termasuk imam-imam besar.

Pada tahun 101 H beliau diperintahkan oleh Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah untuk mengumpulkan dan menghimpun hadits. Selain itu juga, Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah memberikan perintah kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar Muhammad bin ‘Amru bin Hazm untuk menuliskan semua ahadits yang dimiliki oleh ‘Umrah bintu ‘Abdirahman dan Qasim bin Muhammad.

Ketika Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah memerintahkan semua orang yang bertanggung jawab di negara Islam untuk mengumpulkan ahadits, kumpulan itu terbentuk sebuah buku. Ketika mereka sampai ke ibukota Damaskus, salinan kopi buku tersebut dikirimkan ke semua penjuru negeri Islam. Setelah Imam Az Zuhri rahimahullah mulai mengumpulkan ahadits, ahli ilmu lainnya mulai turut bergabung bersama beliau, yang terutama diantara mereka adalah:

2. ‘Abdul Malik bin Juraij rahimahullah (wafat 150H) di Makkah

3. Imam Al Auza’i rahimahullah (wafat 157H) di Syam.

4. Mu’ammar bin Rasyid rahimahullah (wafat 153H) di Yaman.

5. Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah (wafat 161H) di Kufah.

6. Imam Hammad bin Salamah rahimahullah (wafat 167H) di Bashra

7. Abdullah bin Al Mubarok rahimahullah (wafat 181H) di Khurasan.

8. Malik bin Anas rahimahullah (93-179H)

Imam Malik merupakan salah satu imam besar yang berguru kepada Imam Az-Zuhri, Imam Nafi’ dan ulama-ulama besar lainnya. Murid beliau ada 900 orang dan pelajaran beliau ini menyebar sampai ke Hijaz, Syam, Mesir, Afrika dan Andalusia (Spanyol). Murid-murid beliau antara lain:

– Laits bin Sa’ad rahimahullah (wafat 175H)

– Abdullah bin Al Mubarak rahimahullah (wafat 181H)

– Imam Asy Syafi’i rahimahullah (wafat 204H)

– Imam Muhammad bin Hasan Asy Syaibani rahimahullah (wafat 189H)

Karya Tulis pada periode Kedua

1. Al Muwatho’ Imam Malik

Buku ini ditulis dalam rentang waktu tahun 130 Hijriyah sampai 141 Hijriyah. Buku ini memiliki kurang lebih 1.720 hadits, di mana isinya ada 600 hadits marfu’ (terangkat sampai kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa salam), 222 hadits mursal (ada perawi shahabat yang digugurkan), 617 hadits mauquf (terhenti sampai di tabi’in), 275 sisanya adalah ucapan dari tabi’un.

2. Jami’ Sufyan Ats-Tsauri

3. Jami’ Abdullah ibnul Mubarok

4. Jami’ Imam Al Auza’i.

5. Jami’ Ibnu Juraij

6. Kitabul Akhraj karya Qadhi Abu Yusuf

7. Kitabul Atsar karya Imam Muhammad

Periode Ketiga

Periode ini dimulai dari abad kedua hijriyah sampai akhir abad keempat. Pada masa ini hadits nabi, atsarshahabat dan aqwal (ucapan) tabi’in dipisahkan, dikategorikan, dan dibedakan. Riwayat yang maqbulah(diterima) dihimpun secara terpisah dan buku-buku pada abad kedua diperiksa kembali dan di-tashhih(diautentikasi). Selama periode ini pula bukan hanya riwayat yang dikumpulkan, tetapi juga mulai diformulasikan macam-macam ilmu yang berkaitan dengan hadits hingga sampai 100 macam ilmu, dan juga ribuan buku mengenai ilmu-ilmu itu juga ditulis.

Imam Hazimi (wafat 784H) penulis Kitabul I’tibar fi Naskhi mengatakan: “Macam dan jenis ilmu Mustholahul Hadits mencapai hampir 100 macam, dan tiap pembahasan memiliki ilmunya sendiri. Apabila seorang penuntut ilmu menghabiskan umurnya untuk mempelajarinya niscaya tidak akan cukup.” (Lihat Tadiribur Ridwan hal.9). Ibnu Sholah sendiri, menyebutkan 65 macam jenis ilmu ini di dalam bukunya ‘Ulumul Hadits.

‘Ulumul Hadits

1. Asma’ur Rijal

Pada ilmu ini, keadaan, lahir, wafat, guru dan murid-murid dikumpulkan dan dihimpun secara terperinci, dan berdasarkan perincian perawi ini, seorang perawi mendapatkan predikat shidiq (terpercaya), tsiqoh (kredibilitas) atau ketidak tsiqoh-an-nya. Ilmu ini sangat menarik dan ada rincian sebanyak 500.000 perawi telah disusun.

Banyak buku mengenai ilmu ini ditulis, di antaranya:

– Tahzibul Kamil karya Imam Yusuf Al-Mizzi (wafat 742H), salah satu buku penting dalam ilmu ini.

– Tahzibut Tahzib karya Imam Al Hafizh Ibnul Hajar rahimahullah.

– Tadzkiratul Huffazh karya Al-Allamah Adz Dzahabi (wafat 748H).

– ‘Izzuddin Ibnul ‘Atsir (wafat 630H) juga menulis buku berjudul Asadul Ghobah fi Asma’is Shohabah.

2. Ilmu Mustholahul Hadits (‘Ushulul Hadits)

Dengan ilmu inilah standar dan hukum hadits serta keshahihan dan kedha’ifan suatu hadits dapat ditegakkan. Buku yang terkenal dalam bidang ilmu ini adalah:

-Ulumul Hadits al-Ma’ruf bi Muqoddimati Ibn Ash Sholah oleh Abu Umar ‘Utsman bin Ash Sholah (wafat 557H)

– Taujihun Nazhor karya Al-Allamah Thahir bin Shalih Al Jaza’iri (wafat 1338H)

– Qowaidut Tahdits karya Al-Allamah Sayyid Jamaluddin Al Qashimi (wafat 1332H)

3. Ilmu Ghoribul Hadits

Di dalam ilmu ini, kata-kata dan makna yang sulit diteliti dan dipelajari. Diantara buku-buku dalam ilmu ini adalah:

– Al Fa’iq karya Az Zamakhsyari.

– An Nihayah karya Al Ma’ruf ibnu Atsir.

4. Ilmu Takhrijul Hadits.

Dari ilmu ini kita dapat menemukan dimana (sumber) suatu hadits yang berkaitan dengan ilmu tertentu yang banyak ditemukan dari buku-buku tafsir, aqidah ataupun fiqih, seperti:

– Al Hidayah karya Burhanuddin Ali bin Abi Bakr Al Marghani (wafat 592H).

– Ihya’ Ulumuddin karya Abu Hamid Al-Ghazali (wafat 505H)

Kedua buku di atas banyak memiliki riwayat tanpa sanad atau sumber. Apabila seseorang ingin mengetahui derajat atau sumber hadits pada kedua buku ini dari buku hadits terkenal, maka buku-buku pertama yang bisa dirujuk adalah:

– Nashbur Rayah karya Al Hafizh Zaila’i (wafat 792H)

– Kitabut Diroyah karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani (wafat 852H)

– Al Mughni an Hamlil Ashfar karya Al Hafizh Zainuddin Al-Iraqi (wafat 806H)

5. Ilmu Al Hadits Al Maudhu’ah

Dalam ilmu ini, ahli ilmu menuliskan sebuah buku khusus, dimana mereka memisahkan antara hadits maudhu’(palsu) dengan hadits shahih. Diantara buku terbaik yang dikenal seperti:

– Fawa’id Al Majmu’ah karya Al Qodhi Asy Syaukani (wafat 1255H)

– ‘Ilalul Masnu’ah karya Jalaluddin Asy Syuyuthi (wafat 911H). Judul lengkapnya ‘Ilalul Masnu’ah fil Ahadits Al Maudu’ah merupakan buku ringkasan kitabul Maudhu’at karya Ibnul Jauzy rahimahullah.

6. Ilmu Nasikh Wal Mansukh

Ilmu ini adalah ilmu tentang nash yang membatalkan/abrogasi (nasikh) dan yang dibatalkan/diabrogasi (mansukh). Di antara buku yang ditulis dalam bidang ini adalah buku-buku karya Ahmad bin Ishaq ad-Dainari (wafat 318H), Muhammad bin Bahr Al-Ishbahani (wafat 322H), Hibatullah bin Salamah (wafat 410H). Dalam ilmu ini, salah satu karya yang terkenal adalah Kitabul I’tibar karya Muhammad Musa Al Hazimi (wafat 784H).

7. Ilmu At-Taufiq Baynal Hadits

Di dalam ilmu ini, ahadits shahihah yang paling kontradiktif (tanaqudh) satu dengan lainnya, dibahas dan diselesaikan.

– Imam Asy Syafi’ie rahimahullah (wafat 204H) adalah orang pertama yang membicarakan ilmu ini di dalam buku beliau berjudul Ar Risalah, yang dikenal dengan ilmu Mukhtaliful Hadits.

– Karya Imam Ath Thohawi rahimahullah (wafat 321H), Musykilul Atsar juga merupakan buku yang bermanfaat.

8. Ilmu Mukhtalif wal Mu’talaf

Ilmu ini menyebutkan nama-nama perawi, kunyah (julukan), gelar, orang tua, ayah atau guru mereka, yang sama/mirip antara perawi satu dengan yang lainnya, sehingga seorang peneliti dapat melakukan kesalahan karenanya. Buku Ibnu Hajar (wafat 852H) yang berjudul Ta’birul Munabbih adalah salah satu contoh utama dalam ilmu ini.

9. Ilmu Athroful Hadits

Ilmu ini memudahkan untuk mencari sebuah riwayat dan buku hadits serta para perawinya dapat ditemukan di dalam ilmu ini. Sebagai contoh, penggalan pertama hadits : “Sesungguhnya setiap ‘amal itu tergantung niatnya…”, apabila anda ingin mendapatkan semua kata pada hadits tersebut sekaligus perawinya, maka anda perlu merujuk pada ilmu ini dan buku-buku yang ditulis dalam bidang ilmu ini, seperti:

– Kitab Tuhfatul Asyraf karya Al Hafizh Al Muzanni (wafat 742H). Buku ini mengandung daftar seluruh hadits di dalam kutubus sittah (kitab induk hadits yang enam). Al Muzanni menghabiskan waktu selama 26 tahun untuk karyanya ini yang melibatkan pengkategorisasian yang melelahkan. Setelah upaya yang besar ini akhirnya buku beliau ini dapat diselesaikan.

10. Fiqhul Hadits

Di dalam ilmu ini, semua hadits shahih yang berkaitan dengan ahkam dan perintah dikumpulkan. Di dalam bidang ilmu ini, buku-buku yang dapat diambil faidahnya adalah:

– I’lamul Muwaqqin karya Syaikhul Islam Ibnul Qayyim Al Jauziyah (wafat 751H)

– Hujjatullah Al-Balighah karya Syah Waliyullah Ad-Dihlawi (wafat 1176H)

Selain itu, ada juga buku-buku yang ditulis berkenaan dengan permasalahan dan topik lainnya, seperti misalnya dalam bidang harta:

– Kitabul Amwal yang terkenal, karya Abu ‘Ubaid Qasim bin Sallam (wafat 224H)

– Kitabul Akhraj karya Qadhi Abu Yusuf (wafat 182H)

Bagi mereka para pengingkar hadits (ingkarus sunnah), maka mereka adalah sasaran dari pemahaman yang bathil. Bagi mereka buku-buku di bawah ini bisa memberikan faidah, apabila mereka mau menelaahnya:

– Kitabul Umm karya Imam Asy Syafi’ie rahimahullah (wafat 204H) juz VII.

– Ar Risalah karya Imam Asy Syafi’ie (wafat 204H)

– Al Muwafaqat karya Imam Abu Ishaq Asy Syathibi (wafat 790H), juz VI.

– Ash Showa’iqul Mursalah karya Ibnul Qayyim Al Jauziyah (wafat 751H), juz II dan

– Al Ahkam karya Ibnu Hazm Al Andalusi (wafat 456H)

Penyusunan buku pada periode ketiga

1. Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah ( 164-241H )

Karya beliau yang paling utama adalah Musnad Ahmad yang tersusun dari 30.000 hadits dalam 24 juz dan kebanyakan riwayat terdapat di dalam buku ini. Buku ini disusun berdasarkan nama-nama shahabat dalam pengkategoriannya. Buku ini kemudian dikategorikan sesuai tema oleh ulama Mesir bernama Muhaddits Muhammad Ahmad Syakir mengambil tanggung jawab mengakategorisasikan buku ini berdasarkan tema dan sejauh ini beliau telah mencetak 15 jilid.

2. Imam Muhammad bin Isma’il Al Bukhari rahimahullah (194-246H)

Shahih Al Bukhari adalah karya utama Imam Bukhari. Judul lengkap buku beliau ini adalah Al Jami’ Ash Shahih Al Musnad Al Mukhtashor min Umuri Rasulillahi Shallallahu ‘alaihi wa salam wa ayyamihi. Beliau menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk menyusun buku ini. Jumlah murid beliau yang membaca buku shahih ini bersama beliau adalah sebanyak 90.000 orang. Terkadang, dalam satu kali pertemuan, yang menghadiri majilis beliau mencapai 30.000 orang. Standar penelitian Imam Bukhari terhadap hadits adalah yang paling ketat dibandingkan ulama hadits lainnya.

3. Imam Muslim bin Hajjaj Al Qushayri rahimahullah (202-261H)

Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Bukhari adalah termasuk guru-guru beliau. Adapun Imam At Tirmidzi, Abu Hatim Ar Razi dan Abu Bakr bin Khuzaimah termasuk murid-murid beliau. Buku beliau memiliki derajat tertinggi dalam pengkategorisasian (tabwib).

4. Abu Dawud Asy’ats bin Sulayman As Sijistani rahimahullah (204-275H)

Karya utama beliau dikenal dengan sebutan Sunan Abi Dawud. Buku beliau ini, utamanya menggabungkan antara riwayat-riwayat yang berkaitan dengan ahkam dengan ringkasan (kompendium) permasalahan fiqih yang berkaitan dengan hukum. Bukunya tersusun dari 4.800 hadits.

5. Imam Abu Isa At Tirmidzi rahimahullah (209-279H)

Buku beliau, Jami’ At Tirmidzi menyebutkan seputar permasalahan fiqih dengan penjelasan terperinci.

6. Imam Ahmad bin Syu’aib An Nasa’i rahimahullah (wafat 303H)

Bukunya dikenal dengan Sunan Nasa’i.

7. Imam Muhammad bin Yazid bin Majah Al Qazdiani rahimahullah (wafat 273H)

Bukunya dikenal dengan sunan Ibnu Majah.

Selain buku-buku di atas sebenarnya banyak lagi buku-buku yang lain. Buku Bukhari, Muslim dan Tirmidzi disebut dengan Jami’, disebabkan buku mereka mengandung masalah Aqo’id, ibadah, akhlaq, khobar dan lainnya. Adapun Abu Dawud, An Nasa’i dan Ibnu Majah disebut dengan Sunan, karena buku-buku ini mengandung hadits yang menyinggung masalah duniawi (mu’amalah).

Thobaqot (tingkatan) buku-buku Hadits

1. Berdasarkan landasan dan istilah hadits serta keterpercayaan para perawinya, Muwatho’ Imam Malik, Shahih Bukhari, dan Shaih Muslim, memiliki derajat tertinggi.

2. Abu Dawud, at Tirmidzi dan An Nasa’i, keterpercayaan para perawinya di bawah kategori pertama, namun mereka masih dianggap dan dipercaya. Kategori ini juga mencakup Musnad Ahmad.

3. Ad Darimi (wafat 225H), Ibnu Majah, Al Baihaqi, Ad Daruquthni (wafat 358H) buku-buku ath Thabrani (wafat 360H), buku-buku ath Thohawi (wafat 321H), Musnad Imam Asy Syafi’ie dan Mustadrak Al Hakim (wafat 405H), buku-buku ini mengandung semua macam hadits, baik yang shahih maupun yang dha’if.

4. Buku-buku Ibnu Jarir Ath Thohawi (wafat 310H), buku-buku Al Khathib Al Baghdadi (wafat 463H), Abu Nu’aim (wafat 403H), Ibnu ‘Asakir (wafat 571H), Ad Dailami (wafat 509H) penulis Firdaus, Al Kamil karya Ibnu Adi (wafat 35H), buku-buku ibnu Marudiyah (wafat 410H), Al Waqidi (wafat 207H), dan buku-buku lainnya termasuk dalam kategori ini. Kesemua buku-buku ini adalah himpunan riwayat yang mengandung riwayat-riwayat palsu (maudhu’). Sekiranya buku-buku ini diteliti, niscaya akan banyak faedah yang diperoleh.

Periode Keempat

Periode ini, dimulai dari abad kelima hijriyah sampai hari ini. Karya-karya yang telah dihasilkan pada periode ini antara lain:

1. Penjelasan (syarah), catatan kaki (hasiyah) dan penterjemahan buku-buku hadits ke dalam berbagai bahasa.

2. Lebih banyak buku-buku dalam ilmu hadits yang disebutkan, disyarh dan diringkas.

3. Para ulama, dengan kecerdasannya dan didorong kebutuhan mereka terhadap ilmu hadits, menyusun buku-buku hadits yang dicuplik dari buku-buku yang telah ditulis dan disusun pada abad ketiga. Diantaranya adalah:

– Misykatus Mashabih karya Waliyuddin Khathib. Di dalam buku ini, riwayat-riwayatnya disusun berdasarkan masalah aqidah, ibadah, mu’amalah dan akhlaq.

– Riyadhus Shalihin min Kalimil Sayyidil Mursalin atau dikenal dengan Riyadhus Shalihin karya Imam Abu Zakarya Yahya bin Syarf An Nawawi (wafat 676H). pensyarh kitab Shahih Muslim. Buku ini menghimpun masalah akhlaq dan adab secara umum. Tiap temanya senantiasa diawali dengan ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan tema. Hal ini merupakan ciri utama buku ini, dan metode ini pula yang merupakan ciri utama buku ini, metode ini pula yang ditempuh oleh Shahih Bukhari.

– Muntaqa Al Akhbar karya Mujaddid Ad-Din Abul Barakat Abdus Salam bin Taimiyah (wafat 652H). Beliau adalah kakek dari Syaikhul Islam Taqiyuddin Ahmad Ibnu Taimiyah (wafat 728H). Qadhi Asy Syaukani menulis sebuah syarah buku ini dalam 8 jilid, yang berjudul Nailul Authar.

– Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al Asqolani (wafat 852H), pensyarah kitab Shahih Bukhari.

Buku ini, utamanya tersusun atas hadits-hadits yang berkaitan dengan ibadah dan mu’amalah. Syarh(penjelasan) buku ini dilakukan oleh Muhammad Isma’il Ash-Shan’ani (wafat 1182H) di dalam buku beliau yang berjudul Subulus Salam Syarh Bulughul Maram. Adalagi syarh dalam bahasa Farsi (Persia) yang ditulis oleh Syaikh Nawwab Shiddiq Hasan Khan Al Bupali (wafat 1307) yang berjudul Masakul Khatam Syarh Bulughil Maram.

Selesai ringkasan.

Dha’if Riyadhus Shalihin bag-6

295. Bab: Larangan Mencukur Sebagian Rambut dan Membiarkan yang Sebagian Lagi

57/1649. Ali RA berkata,

نَهَى رسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – أنْ تَحْلِقَ المَرْأةُ رَأسَهَا . رواه النسائي

“Rasulullah SAW melarang perempuan mencukur rambut kepalanya.” (HR. An-Nasa’i).

Keterangan:

Sanad hadits tersebut idhtirab (hadits yang berlawanan cara-cara periwayatannya, baik perawi itu satu orang ataupun banyak, dengan syarat sebagiannya tidak lebih kuat dari yang lain), karena perawi yang bernama Hammam, menyandarkan periwayatannya kepada Ali RA dan periwayatan lainnya disandarkan kepada Aisyah RA. At-Tirmidzi berkata, “Hadits yang diriwayatkan dari Ali RA ini mudhtharib, karena Hammam juga meriwayatkan dari Aisyah RA. Hadits dari Aisyah tersebut juga munqathi (hadits yang di tengah sanadnya gugur seorang perawi atau beberapa perawi, tetapi tidak berturut-turut), karena Qatadah tidak mendengar dari Aisyah RA.

Namun ada hadits shahih yang memberikan penjelasan tentang bolehnya wanita memendekkan atau memotong rambutnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ad-Darimi dari Ibnu Abbas RA, Nabi SAW, beliau bersabda

“Wanita tidak diperkenankan mencukur (rambutnya), tetapi cukup dipendekkan (dipotong)”. (HR. Abu Daud dan Ad-Darimi)

Lihat Dha’if Sunan An-Nasa’i hadits no. 376, Dha’if Sunan At-Tirmidzi hadits no. 157, Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah hadits no. 678, Al Misykah hadits no. 2653, Bahjatun-Nazhirin hadits no. 1641, dan Takhrij Riyadhush-Shalihin hadits no. 1641 Continue reading

Al Ilmu bag-1

1. DEFINISI AL ILMU

a. Menurut bahasa (Arab) : al Ilmu lawan kata al Jahlu (tidak tahu atau bodoh). (Lihat Lisanul Arab) Atau : mengenal sesuatu dalam keadaan aslinya dengan pasti. (Kitabul Ilmi hal 11)
b. Menurut Istilah : Ilmu yang kita maksud di sini adalah Ilmu syar’i yaitu ilmu tentang penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa turunkan kepada rasul Nya (atau dengan kata lain Ilmu tentang al Qur`an dan as Sunnah). Ilmu yang disebut-sebut dalam (al Qur`an dan as Sunnah) dan mendapatkan pujian adalah ilmu wahyu (Kitabul Ilmi hal 11) Namun demikian bukan berarti bahwa ilmu-ilmu yang lain tidak ada manfaatnya. Continue reading